My PhotoSlide

07/07/08

MATERI II : Tata Cara Evaluasi Raperda (Bagian III)



Berikut ini materi ke II yang membahas mengenai tata cara mengevaluasi Rancangan Perda dan disampaikan oleh Direktorat Fasilitasi Penataan Ruang Dan Lingkungan Hidup Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Depdagri.


2. MATERI II :


TATA CARA EVALUASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH

TENTANG RENCANA TATA RUANG DAERAH

(Oleh : Direktorat Fasilitasi Penataan Ruang Dan Lingkungan Hidup

Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Depdagri)


Latar Belakang

  • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 185, 186, 189 dan 222
    serta Penjelasan Umum angka 9 (sembilan) poin 1 (satu) → Pengawasan terhadap Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebelum disahkan oleh Kepala Daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk Raperda RTRW Provinsi, dan oleh Gubernur untuk Raperda RTRW Kabupaten/Kota.
  • Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Pasal 18 ayat 1 (satu) → Penetapan peraturan daerah provinsi tentang RTRW Provinsi dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri.
  • Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Pasal 18 ayat 2 (dua) → penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/ kota tentang RTRW Kabupaten/Kota dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari substansi dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur.
  • Persetujuan substansi oleh Menteri tersebut akan dikoordinasikan lebih lanjut sebagai bagian dari proses/ mekanisme evaluasi.
  • Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, perlu diatur melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah.
  • Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Pasal 18 ayat 2 (dua) → penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/ kota tentang RTRW Kabupaten/Kota dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari substansi dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur.
  • Persetujuan substansi oleh Menteri tersebut akan dikoordinasikan lebih lanjut sebagai bagian dari proses/ mekanisme evaluasi.
  • Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, perlu diatur melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah.


B. Dasar Hukum



Permasalahan Penataan Ruang Daerah

  1. Penataan ruang Vs RPJPD à Proporsi instrumen dasar pelaksanaan pembangunan.
  2. Konflik-konflik pemanfaatan ruang à Masyarakat Vs Pemerintah, antar instansi pemerintah maupun antar kewenangan tingkatan pemerintahan.
  3. Dikotomi antara peningkatan PAD Vs pelestarian lingkungan dan penyelamatan ruang.
  4. Belum optimalnya kelembagaan penataan ruang di daerah.




RUANG LINGKUP



BAB I

KETENTUAN UMUM

(Pasal 1)


Memuat 15 pengertian/definisi yang terkait dengan Permendagri



BAB II

PERENCANAAN TATA RUANG DAERAH

(Pasal 2 s/d 5)



  • Gubernur dibantu BKPRD Provinsi mengoordinasikan penyusunan rancangan perda RTRWP dan RTR Kawasan Strategis Provinsi dengan memperhatikan RTRWP yang berbatasan, RTR Pulau/Kepulauan, dan RTRWN (Pasal 5 ayat 1).
  • Bupati/Walikota dibantu BKPRD Kabupaten/Kota menggordinasikan penyusunan rancangan perda RTRWK/K, RTR Kawasan Strategis Kabupaten/Kota, dan RDTR Kabupaten/Kota, dengan memperhatikan RTRWK/K yang berbatasan, RTRWP, RTR Pulau/Kepulauan, dan RTRWN (Pasal 5 ayat 2).


  1. RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG (RTR) PROVINSI


PENYUSUNAN, KONSULTASI DAN EVALUASI RAPERDA RENCANA TATA RUANG PROVINSI



KONSULTASI RANCANGAN PERDA PROVINSI (Pasal 6 s/d 9)

  • Gubernur mengkonsultasikan rancangan perda tentang RTRWP dan RTR Kawasan Strategis Provinsi kepada instansi pusat yang membidangi urusan tata ruang yang dikoordinasikan oleh BKTRN guna mendapatkan persetujuan substansi.
  • Materi konsultasi meliputi rancangan perda tentang RTRWP atau RTR Kawasan Strategis Provinsi beserta lampirannya berupa dokumen RTR Provinsi dan album peta.
  • Konsultasi dilakukan sebelum rancangan perda tentang RTRWP atau rancangan perda tentang RTR Kawasan Strategis Provinsi disetujui bersama DPRD.
  • Persetujuan dari instansi pusat yang membidangi urusan tata ruang menjadi bahan Menteri Dalam Negeri dalam melakukan:
  • evaluasi terhadap rancangan perda tentang RTRWP dan rancangan perda tentang RTR Kawasan Strategis Provinsi; dan
  • klarifikasi terhadap perda tentang RTRWP dan perda tentang RTR Kawasan Strategis Provinsi yang telah ditetapkan.

EVALUASI RANCANGAN PERDA PROVINSI (Pasal 14 s/d 15)


INDIKATOR EVALUASI RANCANGAN PERDA TATA RUANG PROVINSI



  1. RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG KABUPATEN/KOTA


PENYUSUNAN, KONSULTASI DAN EVALUASI RAPERDA RENCANA TATA RUANG KABUPATEN/KOTA



KONSULTASI RANCANGAN PERDA KABUPATEN/KOTA (Pasal 10 S/D 13)


  • Bupati/Walikota mengkonsultasikan rancangan perda tentang RTRWK/K, RTR Kawasan Strategis Kabupaten/Kota, dan RDTRK/K kepada instansi pusat yang membidangi urusan tata ruang yang dikoordinasikan oleh BKTRN guna mendapatkan persetujuan substansi.
  • Materi konsultasi meliputi rancangan perda tentang RTRWK/K, RTR Kawasan Strategis Provinsi, atau RDTR Kabupaten/Kota beserta lampirannya berupa dokumen RTR Kabupaten/Kota dan album peta.
  • Konsultasi dilakukan setelah rancangan perda dibahas di BKPRD Provinsi dan mendapatkan rekomendasi dari Gubernur serta sebelum rancangan perda disetujui bersama DPRD.
  • Persetujuan dari instansi pusat yang membidangi urusan tata ruang menjadi bahan Gubernur dalam melakukan :
    • evaluasi terhadap rancangan perda tentang RTRWK/K, rancangan perda tentang RTR Kawasan Strategis Kabupaten/Kota, dan rancangan perda tentang RDTR Kabupaten/Kota;
    • klarifikasi terhadap Perda tentang RTRWK/K, Perda tentang RTR Kawasan Strategis Kabupaten/Kota, dan Perda tentang RDTR Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan.


EVALUASI RANCANGAN PERDA KABUPATEN/KOTA (Pasal 20 s/d 22)


INDIKATOR EVALUASI RANCANGAN PERDA TATA RUANG KABUPATEN/KOTA

BAB V : KETENTUAN PENUTUP

  • Daerah Provinsi pemekaran yang belum memiliki DPRD sehingga belum dapat membentuk perda, pengaturan tata ruang daerah berdasarkan pada perda Provinsi induk (Pasal 28 ayat 1).
  • Daerah Kabupaten/Kota pemekaran yang belum memiliki DPRD sehingga belum dapat membentuk perda, pengaturan tata ruang daerah berdasarkan pada perda Kabupaten/Kota induk (Pasal 28 ayat 2).
  • Tata cara evaluasi terhadap perubahan Perda tentang RTRWP, Perda tentang RTR Kawasan Strategis Provinsi, Perda tentang RTRWK/K, Perda tentang RTR Kawasan Strategis Kabupaten/Kota, dan Perda tentang RDTR Kabupaten/Kota mutatis mutandis berdasarkan pada Peraturan Menteri ini (Pasal 29).



CONTOH FORMAT

  1. PENETAPAN RAPERDA RTR PROVINSI
  2. PENETAPAN RAPERDA RTR KABUPATEN/KOTA
  3. PEMBATALAN KETENTUAN PASAL PERDA PROVINSI
  4. PEMBATALAN PERDA KABUPATEN/KOTA










Tata Cara Ev Raperda.ppt
Read More......

MATERI I : PENJELASAN TENTANG UU NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG (Bag. II)


Berikut ini materi pertama yang akan membahas tentang penjelasan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang disampaikan oleh Direktur Penataan Ruang Wilayah II


MATERI I :

PENJELASAN TENTANG UU NO. 26 TAHUN 2007

TENTANG PENATAAN RUANG

(Oleh : Ir. Sri Apriatini Soekardi, MM - Direktur Penataan Ruang Wilayah II)

I. ISU STRATEGIS PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG

  1. Bencana alam yang terus melanda merupakan akibat dari pemanfaatan ruang yang tidak memperhatikan kaidah pembangunan berkelanjutan.
  2. Ancaman krisis pangan dunia harus diantisipasi dengan pengaturan pemanfaatan ruang untuk pengamanan produksi pangan nasional.
  3. Krisis energi nasional mencerminkan tidak optimalnya pemanfaatan sumber daya energi nasional, baik sumber daya tak terbarukan maupun sumber daya terbarukan.
  4. Sumber daya kelautan belum dimanfaatkan secara optimal à pembangunan masih berorientasi ke wilayah daratan.
  5. Rendahnya kinerja infrastruktur wilayah menurunkan minat investasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan perekonomian nasional.
  6. Otonomi daerah memerlukan penguatan kapasitas penyelenggara pembangunan di daerah, termasuk dalam penyelenggaraan penataan ruang.
  7. Penguatan kapasitas penyelenggaraan penataan ruang masih terkendala oleh:

    a. Pemahaman terhadap substansi UU No. 26/2007 belum setara à tidak hanya di daerah, tetapi juga di antara instansi pemerintah pusat.

    b. Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan UU No. 26/2007 belum lengkap tersedia à PP No. 26/2008 tentang RTRWN & peraturan pelaksanaan UU 24/1992 yang masih relevan

    c. Ego sektor dalam pelaksanaan pembangunan belum sepenuhnya hilang à resistensi terhadap pendekatan penataan ruang.

II. HAL-HAL POKOK YANG DIATUR UU NOMOR 26/2007 TENTANG PENATAAN RUANG

  1. Strategi Umum dan Strategi Implementasi Penyelenggaraan Penataan Ruang
  2. Pembagian Kewenangan yang Lebih Jelas antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang
  3. Kejelasan Produk Rencana Tata Ruang (Bukan Hanya Administratif, tetapi Dapat Pula Fungsional)
  4. Penekanan pada Hal-hal yang Bersifat Sangat Strategis Sesuai Perkembangan Lingkungan Strategis dan kecenderungan yang Ada
  5. Penataan Ruang Mencakup Ruang Darat, Ruang Laut, dan Ruang Udara, termasuk Ruang di dalam Bumi, sebagai Satu Kesatuan
  6. Pengaturan Ruang pada Kawasan-Kawasan yang Dinilai Rawan Bencana (Rawan Bencana Letusan Gunung Api, Gempa Bumi, Longsor, Gelombang Pasang dan Banjir, SUTET, dan Lain-lain)
  7. Mengatur Penataan Ruang Kawasan Perkotaan dan Metropolitan
  8. Mengatur Penataan Ruang Kawasan Perdesaan dan Agropolitan
  9. Mengatur Penataan Ruang Kawasan Perbatasan sebagai Kawasan Strategis Nasional (termasuk pula Pulau-Pulau Kecil Terluar/Terdepan)
  10. Mengatur Penataan Ruang Kawasan Strategis Nasional dari Sudut Pandang Ekonomi (Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), Kerjasama Ekonomi Sub Regional, serta Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas)
  11. Penegasan Hak, Kewajiban, dan Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
  12. Penguatan Aspek Pelestarian Lingkungan Hidup dan Ekosistem (Bukan hanya Poleksosbudhankam)
  13. Diperkenalkannya Perangkat Insentif dan Disinsentif
  14. Pengaturan Sanksi
  15. Pengaturan Penyelesaian Sengketa Penataan Ruang
  16. Pengaturan Jangka Waktu Penyelesaiaan Aturan-Aturan Pelaksanaan sebagai Tindak Lanjut dari Terbitnya UU Penataan Ruang Ini
  17. Pengaturan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

III. IMPLIKASI UU NO.26 TAHUN 2007 TERHADAP PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DI PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

III.1. PENGATURAN

UU No. 26 Tahun 2007 mengamanatkan pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam penataan Ruang.

Pemerintah Provinsi :

  1. Pemerintah Provinsi harus melakukan revisi terhadap Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsinya masing-masing paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang diberlakukan.
  2. RTRW Provinsi harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi
  3. Pemerintah Daerah Provinsi menetapkan Kawasan Strategis Provinsi
  4. RTR Kawasan Strategis Provinsi ditetapkan dengan Peraturan daerah Provinsi
  5. Penetapan Raperda Provinsi tentang RTRW Provinsi dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri
  6. Pemerintah Provinsi dapat menyusun petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota
  7. Pemerintah Provinsi harus menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan RTRW, RDTR, arahan peraturan zonasi dan petunjuk pelaksanaan bidang Penataan Ruang

Pemerintah Kabupaten/Kota :

  1. Pemerintah Kabupaten/Kota harus melakukan revisi terhadap Perda tentang RTRW Provinsinya masing-masing paling lambat dalam waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang diberlakukan
  2. RTRW Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
  3. Pemerintah Daerah Kab/Kota menetapkan Kawasan Strategis Kab/Kota
  4. RTR Kawasan Strategis Kab/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kab/Kota
  5. Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kab/Kota (a.l Kws. Perkotaan) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kab/Kota.
  6. Penetapan Raperda Kab/Kota tentang RTRW Kab/Kota dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur.
  7. Pemda Kab/Kota harus menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah kab/kota dan melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.

III.2. PEMBINAAN

  1. Dalam rangka meningkatkan kinerja penataan ruang, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota menyelenggarakan pembinaan penataan ruang menurut kewenangannya masing-masing.

2. Pembinaan Penataan Ruang dilaksanakan melalui:

  • Koordinasi penyelenggaraan penataan ruang;
  • Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan sosialisasi pedoman bidang penataan ruang;
  • Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penataan ruang;
  • Pendidikan dan pelatihan;
  • Penelitian dan pengembangan;
  • Pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang;
  • Penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat;
  • Pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat

III.3. PELAKSANAAN

III.3.a PERENCANAAN TATA RUANG

RTRW PROVINSI

1. Wewenang Pemerintah daerah Provinsi dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah Provinsi meliputi :

  • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kawasan Strategis Provinsi
  • Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi dan Kawasan Strategis Provinsi
  • Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi dan Kaw.Strategis Provinsi

2. RTRW Provinsi berjangka waktu perencanaan 20 tahun dengan tingkat ketelitian skala 1: 250.000

3. RTRW Provinsi harus mengacu pada:

  • Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
  • Pedoman Bidang Penataan Ruang; dan
  • Rencana pembangunan jangka panjang daerah

4. Penyusunan RTRW Provinsi harus memperhatikan:

  • Perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang provinsi
  • Perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang provinsi
  • Upaya pemerataan pembangunan & pertumbuhan ekonomi provinsi;
  • Keselarasan aspirasi pembangunan prov & pembangunan kab/ kota;
  • Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
  • Rencana pembangunan jangka panjang daerah;
  • Rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan;
  • Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
  • Rencana tata ruang wilayah kabupaten/ kota

5. RTRW Provinsi memuat:

  • Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;
  • Rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi;
  • Rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi;
  • Penetapan kawasan strategis provinsi;
  • Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan
  • Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

6. RTRW Provinsi menjadi pedoman untuk :

  • Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
  • Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
  • Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi;
  • Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah kabupaten/kota serta keserasian antarsektor;
  • Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
  • Penataan ruang kawasan strategis provinsi;
  • Penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

RTRW KABUPATEN

7. Wewenang Pemda Kabupaten dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang meliputi:

  • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten, Kawasan Strategis Kabupaten, Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kabupaten
  • Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten dan Kawasan Strategis Kabupaten
  • Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten dan Kawasan Strategis Kabupaten

8. RTRW Kabupaten berjangka waktu perencanaan 20 tahun dengan tingkat ketelitian skala 1:100.000.

9. RTRW Kabupaten harus mengacu pada :

  • RTRW Nasional dan RTRW Provinsi;
  • Pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
  • Rencana pembangunan jangka panjang daerah.

10. RTRW Kabupaten harus memperhatikan :

  • Perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten;
  • Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten;
  • Keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;
  • Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
  • Rencana pembangunan jangka panjang daerah;
  • Rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan;
  • Rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.

11. RTRW Kabupaten memuat :

  • Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;
  • Rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten;
  • Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten;
  • Penetapan kawasan strategis kabupaten;
  • Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan
  • Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

12. RTRW Kabupaten menjadi pedoman untuk:

  • Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
  • Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
  • Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;
  • Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor;
  • Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
  • Penataan ruang kawasan strategis kabupaten.

13. RTRW Kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan

RTRW KOTA

14. RTRW Kota berjangka waktu perencanaan 20 tahun dengan tingkat ketelitian skala 1 : 50.000

15. Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten berlaku mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan ketentuan tambahan:

  • Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dengan proporsi 30% dari wilayah kota
  • Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan
  • Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah

RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN

  • Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi(Pasal 1 ayat 25).
  • Penataan Ruang Kawasan Perkotaan diselenggarakan pada (pasal 41 ayat 1) :

a. Kawasan Perkotaan yang menjadi bagian wilayah kabupaten

b. Kawasan yang secara fungsional berciri perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu/lebih wilayah Provinsi

  • Rencana tata ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten adalah rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten (Pasal 42 ayat1)

RENCANA TATA RUANG KAWASAN METROPOLITAN

  • Kawasan Metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa (Pasal 1 ayat 26).
  • Rencana Tata Ruang Kawasan Metropolitan merupakan alat koordinasi pelaksanaan pembangunan lintas wilayah (Pasal 44 ayat 1 )

III.3.b PEMANFAATAN RUANG

  1. Dilaksanakan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya dengan memperhatikan SPM dalam penyediaan sarana dan prasarana
  2. Dilaksanakan baik pemanfaatan ruang secara vertikal maupun pemanfaatan ruang di dalam bumi
  3. Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya, termasuk jabaran dari indikasi program utama yang termuat di dalam RTRW
  4. Diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam RTR
  5. Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah di sinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administratif sekitarnya

III.3.c PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

  • Pemerintah daerah Provinsi/Kab/Kota harus melakukan pengendalian pemanfaatan ruang di daerahnya, melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi
  • Peraturan Zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang dan digunakan sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang
  • Arahan Peraturan Zonasi Sistem Provinsi ditetapkan dengan Perda Provinsi
  • Peraturan Zonasi Kab/Kota ditetapkan dengan Perda Kab/Kota
  • Pemda dapat mengatur ketentuan perizinan menurut kewenangannnya masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan



  • Pemda Provinsi/Kab/Kota dapat saling memberikan insentif dan disinsentif dalam rangka agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
  • Pemda dapat mengenakan sanksi (sanksi administrasi, pidana dan perdata) sebagai tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.




KETENTUAN PIDANA




III.3.d. PENGAWASAN

  • Pengawasan merupakan upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Pengawasan penataan ruang terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
  • Pemerintah daerah harus melaksanakan pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang.
  • Dalam melaksanakan pengawasan penataan ruang, pemda harus melibatkan masyarakat.
  • Pemerintah daerah harus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan penataan ruang di daerah, yang dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian antara penyelenggaraan penataan ruang dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Pemerintah daerah melakukan pengawasan penataan ruang pada setiap tingkat wilayah dilakukan dengan menggunakan pedoman bidang penataan ruang.
  • Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat
  • Peran masyarakat dilakukan melalui :

a. Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;

b. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan

c. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang

  • Pemda harus menginformasikan secara luas kepada masyarakat mengenai rencana tata ruang wilayah nya (Prov/Kab/Kota).
  • Pemda siap untuk menghadapi gugatan masyarat terkait dengan penyelenggaraan penataan ruang yang tidak sesuai dengan rencana penataan ruang
  • Pemda siap untuk menghadapi pengajuan keberatan masyarat terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
  • Pemda siap menghadapi tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang


KETENTUAN PERALIHAN

  1. Pada saat UU ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan UU ini.
  2. Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang.
  3. Pemanfaatan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian
  4. Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan rencana tata ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh dengan prosedur yang benar, kepada pemegang izin diberi penggantian yang layak.





Penjelasan UUPA No. 26-2007.ppt
Read More......

04/07/08

MUATAN MATERI BARU TENTANG TATA RUANG (Bag. I)

Rekan-rekan sekalian pada kesempatan kali ini saya akan menambah satu posting di blog saya ini mengenai berbagai informasi tentang Tata Ruang.


Hal ini terkait dengan Basic Studi saya pada saat kuliah adalah jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota atau lebih dikenal dengan sebutan Teknik Planologi ditambah pula dengan pekerjaan saya yang sudah 4 tahun ini berada di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang.

Untuk kali pertama ini saya akan mempostingkan mengenai 'oleh-oleh' yang saya peroleh selama mengikuti Acara Sosialisasi Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Acara ini berlangsung di di Hotel Sun Rose, Sidoarjo pada tanggal 3 Juli 2008 dan diikuti oleh 100 undangan dari instansi Bappekab, Dinas Kimpraswil dan Bagian Hukum Setda Kabupaten/Kota se Jawa Timur.

Hal yang melatarbelakangi acara sosialisasi ini adalah terbitnya Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007. Undang-undang digunakan sebagai acuan untuk menyusun produk Rencana Tata Ruang Wilayah maupun penyusunan perda tata ruang baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten dan Kota.

Dalam hal ini semua produk rencana dan kebijakan tata ruang yang telah disusun berdasarkan UUPR Nomor 24 tahun 1992 harus segera disesuaikan dengan UUPR Nomor 26 tahun 2007. Namun untuk penyesuaian-penyesuaian sejak lahirnya Undang-Undang tersebut sampai saat ini masih terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat prinsip antara UUPR 26 tahun 2007 dan UUPR No. 24 tahun 1992.

Sejalan dengan UUPR 26 tahun 2007 BAB XIII pasal 78 ayat 4 butir c. bahwa semua peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang rencana tata ruang Kabupaten/Kota disusun atau disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.

Untuk maksud tersebut, maka dipandang perlu untuk segera mensosialisasikan UUPR 26 tahun 2007 kepada para petugas yang terlibat dalam penyelenggaraan penataan ruang di Kabupaten/Kota agar dapat segera melakukan langkah-langkah penyesuaian sebagaimana yang diamanatkan dalam UUPR 26 tahun 2007.

Ada 5 Narasumber yang memaparkan materinya dihadapan seluruh peserta selama acara berlangsung (± 7 jam lamanya). Para narasumber tersebut adalah pejabat dari Direktorat Penataan Ruang Wilayah II Ditjend. Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Fasilitasi Penataan Ruang & Lingkungan Hidup Ditjend Bangda Depadagri, Dinas Permukiman Provinsi Jawa Timur, Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Maksud dan tujuan diselenggarakan Sosialisasi UUPR 26 tahun 2007 adalah sebagai sarana informasi/pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman bagi para petugas yang terlibat dalam penyelenggaraan penataan ruang pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur terhadap muatan-muatan materi yang terkandung dalam Undang-Undang No. 26 tahun 2007 dengan harapan kiranya dapat membantu untuk mempercepat proses penyesuaian rencana tata ruang dan raperda rencana tata ruang Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 26 tahun 2007.

Adapun 5 Materi yang dipaparkan pada acara sosialisasi tersebut akan saya tampilkan pada posting-posting berikutnya.






Read More......